Selasa, 02 Mei 2017

Program Manajemen dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Arsip Cofa No. A 064
donasi dg belanja di Toko One

Struktur Administratif Untuk Manajemen Pesisir

Perhatian telah lama ditujukan pada fakta bahwa berbagai aspek oembangunan dikendalikan oleh agen bertujuan-tunggal dan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mengkoordinasi dan memperkuat badan-badan perencana regional. Selain itu, ada kebutuhan untuk membentuk suatu organisasi yang akan berperanan dalam manajemen berjangka panjang. Cara yang paling efektif untuk melaksanakannya adalah mendirikan pusat manajemen sumberdaya dataran rawa yang multidisipliner. Pusat-pusat semacam ini harus diarahkan pada tata guna hutan, penghutanan kembali, perikanan, dan akuakultur serta semua bentuk kegiatan pertanian. Pembentukan unit-unit ini mungkin berlawanan dengan stasiun penelitian bertujuan-tunggal dan dinas-dinas provinsi yang tidak mempunyai rencana teknik khusus untuk diterapkan pada kondisi lingkungan dataran rawa yag tak lazim.

Manajemen lingkungan membutuhkan adanya suatu sistem untuk menjamin bahwa kegiatan masyarakat berlangsung sedemikian hingga memungkinkan kita mempertahankan ekosistem yang sehat dan produktif. Kebutuhan ini mencakup sistem pengatur yang membatasi kegiatan individu dan sekelompok orang. Peraturan seperti ini harus berdasarkan pada landasan resmi yang kuat.

Baca juga Kebijakan Wisata Bahari Dalam Kaitannya Dengan Manajemen Wilayah Pesisir

Hukum lingkungan yang saat ini telah dilaksanakan dengan baik di negara-negara industri baru diberlakukan di negara-negara sedang berkembang di kawasan Asia Tenggara. Di negara-negara ini, pengawasan lingkungan resmi, biasanya didasarkan pada model-model asing, dan kadang-kadang kurang cocok dengan realitas politik, ekonomi dan budaya negara tersebut. Dengan alasan ini dan alasan lainnya, hukum ini sering dilanggar dan masalah-masalah lingkungan tidak dapat diatasi dengan hukum tersebut sama sekali.

Negara-negara Asia Tenggara mengembangkan apa yang disebut “environmental jurisprudence” (undang-undang lingkungan), dan sangat sedikit ahli hukum yang telah dilatih untuk dapat mempertahankan kualitas lingkungan. Dengan meningkatnya tantangan lingkungan yang dihadapi oleh negara-negara tersebut maka dibutuhkan peralatan resmi yang baru dan efektif untuk mengelola sumberdaya lingkungan. Negara-negara Asia Tenggara memiliki perbedaan derajat pembentukan struktur formal bagi pengelolaan lingkungan dan perbedaan derajat pengaturan aktivitas oleh undang-undang. Dalam hal ini Indonesia tertinggal di belakang negara-negara lain.

Akhirnya keberhasilan pembuatan undang-undang lingkungan tergantung pada luas kisaran kepekaannya pada sikap masyarakat terhadap hukum dan pemaksaan hukum. Adalah penting untuk mengetahui apakah masyarakat tersebut memiliki kesadaran hukum tinggi ataukah mereka dicirikan oleh derajat kelonggaran hukum (permissiveness). Shane (1979) mengajukan rangkaian pertanyaan berikut : “Bila mereka merupakan masyarakat berkesadaran hukum, apakah hukum itu berdasarkan peraturan resmi ataukah lebih berdasarkan pada adat dan tradisi moral ? Berapa banyak sistem hukum – hukum adat, hukum umum, undang-undang – beroperasi pada saat yang bersamaan ? Adakah oerbedaan penting antara prinsip hukum tradisional dan norma-norma hukum Barat yang mungkin akan membentuk bagian terkecil dari basis bagi pendekatan baru yang dibutuhkan dalam pengaturan lingkungan yang efektif ? Pertimbangan khusus apa yang diperhatikan dalam menerapkan hukum nasional baru di lingkungan kelompok agama atau etnik minoritas yang ada di negara tersebut ? Apa peranan yang dapat dilakukan oleh pengadilan dalam hal peraturan yang berlaku di kalangan swasta dan diawasi oleh pemerintah ?

Baca juga Kebijakan Lingkungan Nasional dan Peran Masyarakat

Pendekatan Sistem Bagi Manajemen dan Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir

Pemahaman sistem lingkungan hanya dapat diperoleh dengan melakukan sampling secara cermat terhadap proses-proses dan elemen-elemen tertentu untuk menyusun sebuah model (idealnya model simulasi matematik atau analitik). Penyusunan model merupakan bagian terpadu dalam studi ini, karena ia membantu pelaksanaan sampling dan evaluasi. Model yang disusun dari tipe ini tidak bisa digunakan dalam pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir Asia Tenggara.

Salah satu masalah dalam mengelola sistem ekologi adalah bahwa istilah “stabilitas” sangat sering disalah-artikan. Stabilitas tidak sama dengan kostan, ekosistem selau berubah dengan konstan. Ada empat faktor yang menentukan bagaimana sistem ekologi memberikan respon terhadap perubahan yang terjadi, dan dengan demikian juga menentukan bagaimana kebijakan harus ditentukan dan bagaimana dampak harus diperkirakan : (1) Bagian-bagian suatu sistem ekologi berhubungan satu sama lain dengan cara tertentu di mana dampaknya harus diketahui. (2) Peristiwa-peristiwa yang terjadi di semua tempat tidaklah seragam, yang harus diketahui adalah seberapa kuat dampak yang akan timbul dan di mana dampak tersebut akan terjadi. (3) Perubahan tingkah laku secara mendadak adalah alami bagi banyak eksosistem; metode monitoring dan prakiraan tradisional dapat salah menafsirkannya sehingga menyebabkan perubahan ini tampak tidak diharapkan atau tampak berpengaruh buruk. (4) Variabiitas , tapi tidak selalu, merupakan ciri sistem ekologi yang berperan dalam mempertahankan kekekalan dan kemampuan memonitor-diri serta kapasitas mengoreksi-diri yang dimiliki ekosistem tersebut.

Sistem ekologis tidaklah statis tetapi senantiasa mengalami perubahan – perubahan jumlah, kondisi keseimbangan, perubahan komposisi spesies – dan dinamika perubahan ini menentukan struktur, keragaman serta variablitas sistem ekologi. Paradigma tradisional mengenai ekologi yang sering muncul adalah bahwa dunia adalah atau seharusnya dirancang agar statis atau konstan. Konsep semacam ini tidak sesuai dengan ekologi.

Pelajaran yang dapat diambil dari keempat sifat di atas adalah : (1) Karena tidak semua benda berhubungan erat dengan sesuatu yang lain, maka tidak perlu untuk mengetahui semua benda. Bagaimanapun, ada kebutuhan untuk menentukan hubungan-hubungan yang penting. (2) Ciri-ciri struktural (ukuran, distribusi, yang saling berhubungan) lebih penting untuk diukur daripada jumlah. (3) Perubahan suatu variabel (misal, suatu populasi) bisa membawa dampak yang tak diharapkan di tempat yang sama dan mungkin memutuskan beberapa macam hubungan. (4) Peristiwa yang terjadi di suatu tempat dapat muncul kembali sebagai dampak di tempat yang lain. (5) Monitoring variabel yang sebenarnya tidak perlu dimonitor tampaknya dapat menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan walaupun sebenarnya perubahan drastis akan segera terjadi. (6) Dampak tidak harus segera terjadi dan berlangsung pelan-pelan; mereka dapat muncul mendadak beberapa kali setelah suatu peristiwa. (7) Variabilitas sistem ekologi, yang mencakup perusakan besar yang kadang-kadang terjadi, memberikan semacam sistem monitoring-diri yang mempertahankan daya lenting (resilience). Kebijakan yang menyebabkan penurunan variabitias dalam ruang dan waktu, sekalipun dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan, harus dicegah. (8) Banyak metode prakiraan dampak (misal, cost-benefit analysis/analisa manfaat-biaya, input-output, matriks dampak silang, metode linier) berasumsi bahwa tak satu pun dari hal-hal di atas yang terjadi atau, paling tidak, tak satu pun yang penting.

Prakiraan lingkungan seharusnya berdasarkan penelitian, jadi bukan ramalan satu-waktu terhadap input. Prakiraan seharusnya dilanjutkan selama dan sesudah proyek berlangsung.

Lembaga manajemen lingkungan harus mempertahankan korespondensifannya terhadap perubahan. Bila tidak dilakukan maka akan sulit menduga dengan tepat apa yang akan terjadi dan apa yang harus disiapkan untuk menghadapi sesuatu yang tidak diinginkan.

Baca juga Konsep-Konsep Ekologi Berkenaan Dengan Manajemen Ekosistem Pesisir

Semua keputusan yang berkaitan dengan oembangunan akan merubah lingkungan di masa datang sementara apa yang akan dilakukan terhadap lingkungan di masa datang tersebut sudah diputuskan sekarang. Prakiraan yang adaptif harus diajukan untuk mengidentifikasi secara de facto keputusan mendatang yang dipengaruhi oleh kegiatan pada masa kini. Fleksibilitas merupakan hal pokok yang harus diperhatikan agar pembangunan proyek dapat memberikan respon yang sesuai terhadap faktor-faktor ekologi. Keputusan permanen yang tak dapat diubah harus segera ditolak bila tak tersedia data dalam jumlah cukup.

Kita harus memilih sebuah analisa adaptif yang memanfaatkan berbagai teknik sehingga kita dapat memahami semua faktor secara menyeluruh.

Orang tidak dapat menerima suatu model, tatapi hanya dapat menolaknya dengan menguji kebenaran asumsi yang dipakainya serta menguji seberapa jauh hasil dugaan menyimpang dari kenyataan.

Seharusnya ada interaksi terus-menerus antara ilmuwan dan manajer. Dialog diperlukan pada langkah awal untuk mengidentifikasi masalah kunci yang muncul dalam program manajemen atau pembangunan baru – apa yang bisa dilakukan di sana dan dalam skala waktu berapa lama ? Dialog pendahuluan seperti ini menjadi pedoman dalam studi lapang, analisa, penyusunan model, dan prakiraan dampak yang mungkin timbul akibat pembangunan atau alternatif lain strategi manajemen. Dialog harus terus dilanjutkan selama proses pembangunan berlangsung karena prakiraan dampak ketika proyek baru berjalan mengandung ketidakpastian. Komunikasi yang efektif adalah penting bila analisa lingkungan mempengaruhi pembuatan keputusan.

Holling (1978) mengusulkan prosedur yang mencakup serangkaian tahap yang melibatkan ahli-ahli khusus dan manajer. Tahap pertama adalah menentukan dan memfokuskan masalah dengan cermat. Dalam tahap ini, kategori dampak diklasifikasikan, informasi kunci ditentukan, tindakan alternatif diuraikan, dan kerangka serta penyusunan model secara kasar dikembangkan. Jadi pada tahap studi yang sangat awal, semua unsur – variabel, aksi manajemen, tujuan, indikator, rentang waktu dan kisaran ruang – dipertimbangkan bersama-sama dan dipadukan. Model kemudian diperbaiki dan diuji oleh sekelompok ahli khusus. Tahap selanjutnya menentukan tujuan manajemen, menyusun kebijakan alternatif, dan mengurangi ketidakpastian.

Baca juga Konservasi Untuk Wilayah Pesisir Yang Kritis

Model-model menyediakan “dunia laboratorium”, yang membuatnya mungkin untuk menerapkan serangkaian teknik dalam menggunakan dan mengevaluasi model tersebut, dengan kata lain teknik tersebut memungkinkan hal-hal berikut ini :
- Perluasan tujuan.
- Rancangan kebijakan yang efektif untuk mencapai tujuan lain.
- Penganekaragaman indikator (sosial, ekonomi, sumberdaya dan lingkungan) yang berkaitan dengan keputusan.
- Evaluasi setiap kebijakan dari segi tingkah laku indikator sepanjang waktu.
- Penekanan sebagian informasi indikator untuk membantu mencari kebijakan yang paling sesuai; komunikasi dan interaksi antara dan antar pihak-pihak yang merancang, memilih dan melaksanakan kebijakan (staf, pembuat keputusan, penduduk).

Teknik-teknik tertentu yang dipilih untuk mewakili atau model dinamika sistem tidak harus berupa model simulasi bilangan. Banyak teknik yang tersedia : model kualitatif (GSIM & KSIM, matriks Leopold, dan model simulasi.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Mau Punya Website/Toko Online ?

Elemen Kunci Dalam Program Manajemen dan Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir

Ada beberapa kunci dalam menyusun sistem manajemen sumberdaya secara ekologis terpadu. Kisaran pengembangannya bervariasi di seluruh daerah Asia Tenggara dan bervariasi secara regional di dalam negara yang bersangkutan; sebagai contoh, beberapa negara lebih maju daripada negara lainnya dalam hal penelitian, prakiraan sumberdaya, dan pengembangan kebutuhan administratif serta basis resmi bagi manajemen wilayah pesisir dan sumberdayanya. Banyak organisasi internasional seperti IUCN, UNESCO, UNDP, UNEP, FAO, the United Nations University, serta Bank Dunia dan sejumlah organisasi nasional seperti USAID, terlibat dalam berbagai aspek pengembangan sumberdaya wilayah pesisir. Tidak semua organisasi ini mempunyai tujuan atau pandangan yang sama terhadap masalah yang dihadapi.

Baca juga Program Pengelolaan Wilayah Pesisir

Patut diperhatikan bahwa usaha untuk menyusun suatu sistem manajemen sumberdaya secara ekologis terpadu sebagai studi pilot atau serangkain studi pilot untuk menyusun sebuah metodologi dapat diterapkan untuk proyek-proyek lain. Elemen-elemen penting dari sistem semacam ini adalah :

Pendataan sumberdaya. Pengumpulan informasi dasar mengenai sumberdaya wilayah pesisir dan pemanfaatannya serta masalah yang sedang timbul dan antisipasi masalah lingkungan. Salah satu komponen penting akan menjadi penentu dasar demografis yang menjadi landasan usulan pemanfaatan sumberdaya. Perhatian khusus harus diberikan kepada orang-orang yang ada di daerah itu, cara mereka memanfaatkan sumberdaya, dan kebutuhan khusus bagi pengembangan masyarakat. Dampak potensial dari pembangunan yang akan dilaksanakan terhadap orang-orang ini harus dipertimbangkan secara cermat.

Strategi penganekaragaman manfaat sumberdaya. Banyak proyek diarahkan pada pengembangan sebuah sumberdaya utama, misal, budidaya padi. Adalah penting bahwa filosofi penganekaragaman manfaat sumberdaya menjadi dasar semua proyek pembangunan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan mekanisme penentuan kombinasi optimum berbagai kegiatan pengembangan sumberdaya – perikanan, budidaya perairan, produksi hutan, aktivitas pertanian (perkebunan dan peternakan), dll. Pada hutan rawa mangrove perhatian khusus harus diberikan untuk menggabungkan kegiatan budidaya air payau dan budidaya hutan mangrove. Kegiatan non-pemanfaatan harus dimasukkan ke dalam kumpulan alternatif karena mungkin ia merupakan pilihan terbaik dalam beberapa kasus; sebagai contoh, adalah penting untuk menentukan luas hutan magrove yang harus dipertahankan untuk menunjang perikanan pesisir.

Prakiraan lingkungan. Prosedur dan metodologi untuk prakiraan dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat kegiatan pembangunan tertentu harus dilakukan dengan memperhatikan seluruh sistem yang perlu untuk dikembangkan. Kegiatan prakiraan harus dilakukan terus selama dan sesudah proyek pembangunan berlangsung; program harus disusun untuk melakukan hal ini.

Identifikasi strategi manajemen yang efektif. Strategi manajemen dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumberdaya individual dalam hubungannya dengan kombinasi pemanfaatan sumberdaya yang tepat.

Penentuan standar lingkungan bagi sumberdaya individual. Standar lingkungan dan peraturan pemanfaatan sumberdaya perlu disusun untuk semua penggunaan sumberdaya di samping metode pemaksaan hukum yang efektif.

Pembentukan pusat-pusat manajemen dataran rawa (pesisir) interdisipliner. Ada kebutuhan mendesak untuk mendirikan sebuah organisasi yang akan memegang peranan manajemen berjangka panjang. Cara yang paling efektif untuk melaksanakannya adalah mendirikan pusat-pusat manajemen dataran rawa khusus. Pusat-pusat semacam ini akan menghimpun ahli-ahli dari berbagai bidang seperti ekologi, ilmu tanah, pertanian, kehutanan, perikanan, budidaya perairan, ekonomi, sosiologi dan analis sistem. Mereka juga membutuhkan latihan khusus keahlian agar dapat beroperasi secara bersama-sama. Selain itu, mereka juga akan mengkader orang-orang dari berbagai bidang. Pusat-pusat ini berkaitan secara khusus dengan pengembangan potensi produksi maksimal dan keterpaduan seluruh sistem secara lestari. Mereka harus bekerja sama dengan universitas dan pusat penelitian pemerintah, sekalipun untuk menyesuaikan kerja tim peneliti dengan dalil yang dipakai. Pembentukan unit seperti ini mungkin berlawanan dengan agen bertujuan-tunggal dan dinas-dinas provinsi, yang tidak mempunyai cukup peralatan teknis untuk digunakan dalam kondisi dataran rawa yang tak lazim.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda